WELCOME to MY BLOG

WELCOME to MY BLOG
0

Belajar Memaknai

Posted by Line's Corner on 11:12 AM


Saya rasa memang benar bahwa keETOSan seseorang itu masih setengah, dan setengahnya lagi baru bisa diunduh saat dia mengikuti Temu Etos Nasional; bersama berbagi, berlomba dalam kebaikan

Siapa yang tidak rindu akan sebuah perjumpaan yang begitu berarti dengan orang-orang yang sangat luar biasa dari penjuru nusantara. Sudah beberapa bulan raga ini dipisahkan dengan teman-teman seperjuangan Etos se-Indonesia sejak Temu Etos Nasional (TENs) 2013 kemarin. Siapa sangka TENs ternyata memberi banyak kesan yang luar biasa kepada setiap individu yang mengikutinya, khususnya saya sendiri yang benar mengakui keampuhan TENs dalam menyulap saya menjadi pribadi yang lebih baik. Saya mungkin tidak akan menjadi orang yang sering bermuhasabah, bertafakur, dan selalu semangat dalam menebar kebermanfaatan kepada orang-orang dan lingkungan sekitar jika saya tidak mengikuti TENs 2013 kemarin.
Sebuah momentum yang benar-benar membuat saya banyak menunduk dan berpikir akan sebuah kenikmatan yang selama ini banyak saya inkari, astaghfirullah. Ternyata masih banyak di luar sana orang-orang yang senantiasa bersemangat tinggi dalam menempuh pendidikan ini namun apadaya mereka tak punya cukup biaya. Banyak orang yang harus mengais sampah seharian untuk mendapatkan sepiring nasi tiap harinya demi mempertahankan hidupnya. Sedang saya disini, dalam naungan Beastudi Etos-Dompet Dhuafa Surabaya masih sering melupakan nikmat beasiswa yang saya dapatkan ini. Padahal kalau dilihat ulang, dari mana para etoser mendapatkan uang saku setiap bulannya. Bukankah dari mereka yang di luar sana yang dengan ikhlas menyumbangkan hartanya untuk sebuah harapan akan kemajuan bangsa lewat tangan-tangan pemuda penerima manfaatnya, dan mungkin sebagian dari mereka bahkan merupakan orang-orang yang sedang dalam kesusahan ekonomi namun juga ingin menaruh harapan kepada para etoser untuk menebar kebernanfaatan dan menyumbangkan kemajuan di negeri ini. Wallahua’lam. Dana zakat yang diberikan kepada etoser memang bukan hal yang main-main. Masihkan kita selalu berada dalam zona nyaman kita, menghabiskan uang dalam hal yang kurang diperlukan. Masihkan kita selalu bermalas-malasan dalam belajar dan mengabdikan diri ke masyarakat. Sudahkan kita ini menjadi muslim yang berprestasi. Mari menundukkan kepala, berpikir bahwa ternyata kita ini manusia yang masih banyak berlumuran dosa dan lupa bersyukur akan nikmat Allah SWT.
Negarawan Muda Belajar Merawat Indonesia. Bagi saya satu kalimat ini sangat membawa saya pada kesadaran tentang arti sebuah khalifah di muka bumi ini. Sadar atau tidak, kita ini adalah orang-orang yang diharapkan menjadi tumpuan bangsa masa depan, menjadi tonggak keberhasilan bangsa dalam menyongsong era modernisasi dan menjadi seorang negarawan yang sadar akan pentingnya merawat Indonesia. Negarawan dimaknai dalam arti yang luas merupakan seorang yang penuh kontribusi dengan segala kemampuan, bakat dan skill yang dimiliki, mampu dan siap memberikan manfaat kepada khalayak umum dan diri sendiri untuk membangun suatu capaian yang besar. Sudahkah kita berpikir jauh kedepan akan jadi apa kita kelak di tahun 2025, bahkan di tahun 2040 mungkin. Apakah kita sudah berpikir tentang bagaimana kita harus berbenah, bagaimana kita harus menggiring umat untuk senantiasa menyukseskan diri secara duniawai namun juga mengutamanakan kepentingan akhirat.
Mari bersama-sama meresapi sebenarnya kenapa kita ini dilahirkan. Saat banyak sperma yang berenang dalam rahim ibu, kenapa bukan sperma yang lain yang menembus dinding ovum ibu saat itu. Kenapa harus sperma cikal bakal kita yang mampu bertahan hingga terbentuklah kita sekarang sebagai sesosok manusia seutuhnya. Pasti Allah mempunyai maksud khusus memilih kita untuk dilahirkan di dunia ini.
Dalam Al-Quran Allah sudah menjelaskan bahwa sejatinya manusia dilahirkan untuk menjadi kholifah di muka bumi. Dulu umat Allah yang lain mengatakan tidak sanggup mengemban amanah untuk menjadi kholifah di muka bumi. Namun ternyata, manusialah yang menyanggupinya. Bukankah sebuah tugas yang amat berat saat kita harus berdiri mempertanggungjawabkan amalan kita selama di dunia kepada Allah kelak. Bukankah banyak ternyata umat islam yang masih harus masuk ke lembah neraka karena ketidakmampuannya dalam menjadi kholifah yang amanah. Kalau ingat ini, ingin saya meneteskan air mata. Saya merasa belum menjadi hamba yang taat dan masih sering terpaut akan kenikmatan duniawi yang begitu menggoda. Padahal kalau kita ingat kembali, nikmat duniawi itu hanya sesaat dirasakan dan bakal diambil kembali oleh Allah suatu saat nanti. Bukankah Allah sudah dengan jelas menjelaskan bahwa hari kiamat itu pasti datangnya. Tanpa kita tahu kapan, tiba-tiba hari itu akan datang, menelan seluruh jagat raya dan semua amalan akan dipertanggungjawabkan. Mau kemana kita berlari.
Saya jadi teringat saat saya duduk diantara ratusan etoser nusantara 2012 saat itu. TENs juga benar-benar mengingatkan saya akan arti sebuah ukhuwah islamiyah. Ternyata perjalanan Surabaya-Bogor dan Jakarta saat itu benar membawa saya mengenal arti keEtosan sebenarnya. Etoser itu bukan mahasiswa yang biasa-biasa. Mereka ditempa dengan berbagai banyak pembinaan yang tujuannya tidak lain untuk membentuk karakter kuat negarawan muda yang nantinya mampu menolong bangsa ini dan membangunkannya dari sebuah tidur panjang. Bukankah bangsa ini sedang krisis karakter? Begitulah yang saya ingat saat saya menerima materi Character Building dari Pak Erie Sudewo di awal hari mengikuti TENs 2013. 

Etoser Nusantara 2012

 Rayon de Vie, Etoser Surabaya 2012

Menjadi etoser itu memang bukan perkerjaan mudah. Sering saya merasa lelah dan mengeluh, merasa terlalu sibuk dengan banyaknya kegiatan pembinaan baik di di asrama maupun di masing-masing angkatan dan belum lagi ditambah kegiatan kampus dan perkuliahan setiap harinya. Layaknya sebuah mesin otomatis yang tidak pernah berhenti bekerja, setiap hari harus menjalani rutinitas yang padat. Namun apakah harus berhenti di sini? Padahal, sadar tidak, kalau kita menyibukkan diri dalam hal kebaikan, berarti kita sudah dimudahkan oleh Allah untuk bisa selalu jauh dari kemaksiatan. Ternyata Ini juga merupakan nikmat kalau kita resapi sekali lagi. Bersyukurlah karena banyak nantinya manfaat yang kita tebar saat kita melakukan kebaikan baik untuk diri kita maupun orang lain. Tidak ada yang sia-sia dengan apa yang kita lakukan. Pasti ada maknanya. Dan Allah akan memudahkan urusan orang-orang yang senantiasa bersimpuh di jalanNya.
Di TENs saya dikenalkan dengan teman-teman etos se-nasional. Ternyata saya sekarang tidak sendiri merasakan pembinaan-pembinaan Etos yang luar biasa ini. Kita sedang bersama-sama berjuang menegakkan agama Allah, bedanya hanya daerah Etos yang berbeda. Satu di Surabaya, satu di Medan, satu di Ambon, satu di Bogor, Bandung, Jogja, Malang, Jakarta, Padang, Aceh, Samarinda, Makassar dan Semarang. Tiga belas daerah yang ternyata kalau dijadikan satu menjadi sebuah kekuatan besar untuk membuat sebuah pergerakan dan merupakan keberagaman yang begitu indah. Saya rasa memang benar bahwa keETOSan seseorang itu masih setengah, dan setengahnya lagi baru bisa diunduh saat dia mengikuti Temu Etos Nasional.
Masih teringat kuat dalam benak saya akan semangat teman-teman dalam mengikuti serangkaian acara TENs dengan begitu antusias. Baik dari penampilan pensi, presentasi SDP, pertisipasi dalam forum Negarawan Muda, bahkan outbond sekalipun. TENs memang menjadi sebuah pengalaman yang sangat berharga dan begitu kuat menggoreskan kesan pada saya, dan saya rasa teman-teman Etoser nasional saat itu juga merasakan hal yang  sama. Mari senantiasa mengingat fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Karena kebaikan akan senantiasa membawa kita pada keridhoan Allah SWT. Bersama; berbagi, berlomba dalam kebaikan. Beastudi Etos: More than Excellent.


0

Globalisasi Kikis Kearifan Bangsa, Mahasiswa Angkat Tindakan?

Posted by Line's Corner on 2:27 PM

              Berbicara mengenai kearifan Bangsa Indonesia berarti telah menyinggung pada ranah budaya bangsa, sebuah ranah yang memang berakar pada apa yang diikuti oleh orang banyak. Bangsa Indonesia memang memiliki banyak sekali potensi pada budayanya. Namun ini semua ternyata tak bertahan lama saat arus globalisasi masuk ke Indonesia. Mahasiswa dalam perannya sebagai agent of change ini lah yang berperan besar dalam bergotong royong, membangun kembali peradaban bangsa dengan penuh nilai seperti yang dianut oleh nenek moyang zaman dahulu.
Namun, apakah teori mahasiswa menambah tingkat respect orang terhadap kearifan bangsa ini benar? Mari sama-sama melihat betapa tragis saat ini, orang-orang telah melupakan lagu-lagu daerah dan kesenian daerah Indonesia. Mungkin banyak yang berpikiran bahwa bukan zamannya lagi melakukan arak-arakan memakai baju daerah pada saat hari besar nasional. Mungkin banyak yang bilang lagu rock dan pop sekarang yang paling cocok dengan gaya hidup pemuda , bukan lagi dengan lantunan lagu-lagu daerah.
Regenerasi bangsa yang menghilangkan sedikit demi sedikit budaya dan nilai luhur bangsa ini yang nantinya akan sedikit-sedikit mengikis peradaban sejarah dan jati diri bangsa kita. Sadar atau tidak, banyak negara yang sedang iri dengan kayanya budaya bangsa Indonesia. Mulai dari tariannya yang beribu macam, dari yang lemah gemulai hingga yang keras dan patah-patah, bahasa daerah yang beragam, suku dan budaya-budaya lain. Cerita rakyat yang penuh inspirasi lokal dan mengandung nilai kearifan moral pun juga perlahan terkikis oleh cerita fiktif dan sinetron televisi. Memang kita telah banyak kehilangan kearifan bangsa Indonesia.
Hilangnya budaya untuk berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sopan santun dalam menyapa dan bersikap juga menjadi suatu ancaman yang kini menerpa kita. Mahasiswa yang digandrungi idealime yang kuat akan keinginan dan kemajuan seakan memakan peradaban zaman. Mengalihkan segala hubungan kekeluargaan menjadi hubungan dengan sosial media. Masuknya modernisasi ternyata menjadikan mahasiswa banyak yang lupa akan nilai luhur kearifan bangsa. Sekarang kita lihat, adakah mahasiswa yang tidak punya facebook, twitter, atau handphone? Mereka yang memang memilih hidup dalam dunia virtual akan merasakan kehilangan momentum bertegur sapa dan bersosial dengan khalayak banyak.
Nah, sekarang bagaimana aksi mahasiswa dalam menanggapi krisis kearifan bangsa ini? Ternyata dalam faktanya belum banyak yang menyinggung masalah ini. Seolah semua berlalu dan menganggap globalisasi berjalan beriringan dengan kemajuan teknologi yang benar dirasakan dalam penerapannya di dunia perkuliahan dan keseharian. Banyak dari mahasiswa yang hanya fokus pada kemajuan teknologi pada satu sisi yakni mengikuti perkembangan zaman saja. Pada hakikatnya, jika disadari, budaya barat dalam hal ini, perlahan masuk ke dalam jiwa bangsa Indonesia. Coba simak dengan teliti. Berapa orang sekarang yang lebih suka lagu barat dibanding lagu daerah dan nasional. Bahkan hafalpun mungkin tidak.
Sejatinya, mahasiswa dalam peranannya amat ditunggu dalam membuat gebrakan dalam mengembalikan kearifan bangsa Indonesia. Sebenarnya tidak sulit kalau memang dianggap mudah dan dikerjakan bersama-sama. Budaya luar boleh masuk, namun bagaimana kita mem-filter-nya dengan baik. Dan memang globalisasi adalah hal yang tidak bisa ditolak kehadirannya. Kita boleh menyambut, namun disesuaikan lagi dengan kearifan budaya bangsa Indonesia. Mari bersama memaknai kearifan bangsa Indonesia.




Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive | Free Blogger Templates created by The Blog Templates