0
Bertengkar dengan Petugas Check In di Jepang
Posted by Line's Corner
on
4:06 AM
Saat itu saya sedang bersama teman saya, Yabes
berada di airport Sendai. Kami berniat kembali pulang ke Indonesia setelah
seminggu berada di Jepang mengikuti JUEMUN. Ada sebuah kejadian yang sampai
sekarang selalu membuat saya ketawa kalau mengingatnya. Andaikan saya tidak
selamat waktu itu pasti saya udah ketinggalan pesawat saya ke Indonesia.
Ceritanya, malam itu Yabes dan saya sedang
menunggu di depan tempat check in di bandara Sendai. Karena gate check in
belum buka, kami sempatkan untuk berlalu lalang dan beriternet ria, meanfaatkan
wifi bandara. FYI, wifi manapun di Jepang kualitasnya sama, super cepat. Beda
sekali dengan yang kita alami di Indonesia, di satu tempat dan di tempat lain
kecepatannya beda-beda, dan pasti banyak yang lemot. Ok, pada saat gate
dibuka, kami maju di row awal. Tiket kami diperiksa, dan jreng!!!
Mbak-mbak petugas nya bilang kami harus bayar bagasi. Waduh! Mbaknya bilang
karena kami ini mengganti jadwal penerbangan kami yang semula kemaren menjadi
hari ini, secara otomatis bagasi kami tercancel. Maigats. Kenapa baru
bilang sekarang Mbak! Saya udah ngotot ke mbaknya kalau pembayaran kami semua
sudah beres. Sebenarnya sih yang membelikan tiket Sendai-Osaka ini bukan saya,
tapi teman SMA saya yang sekarang kuliah di Tohioku, Dewi namanya. Dewi bilang
semua udah OK, tinggal ngeprint E-ticket dan kami siap masuk ke pesawat.
“You may enter to the cabin, but not your
baggage,” kata mbaknya sambil terbata-bata dalam
mengucapkan bahasa inggris. OK, mungkin ada sebuah kesalahan. Dan kami yang
mengalah, saya keluarkan sejumlah uang yang diminta mbak-mbak itu. “NO, sir!
Not cash, credit card.” Mamppus, credit card siapa yang mau dipake.
Secara saya dan Yabes ini belum punya credit card saat itu. Hem, kepanikan kami
meningkat, mengingat kami sudah menyebabkan antrian check in yang panjang di
belakang kami. Karena agak kesel, mbaknya menggeser saya dan Yabes ke samping
kanan, supaya orang-orang lain bisa check in. Saya mencoba melobi mbaknya dengan
cara apapun, tetap tidak bisa. Apalagi mbaknya agak susah bahasa inggris, dan
saya tidak bisa bahasa Jepang. Sampai susahnya berkomunikasi dan takiut misunderstanding,
mbaknya menggunakan translator elektronik, mengetik kata jepangnya, translate
ke inggris baru ditunjukkan ke saya. Oh men, capek. Hati semakin deg-degan.
H-15 menit penutupan gate check in. apa
yang harus saya perbuat. Saya dan Yabes panik. Hem, kalau kami tidak ke Osaka
malam itu juga, saya harus rela ketinggalan pesawat garuda saya ke Indonesia
esok paginya. “Ok, sir you may get inside, but your luggage must be sent to
Osaka separately.” Lah! Nyampainya kapan mbak? Tomorrow evening.
Hilang dong pesawat saya! Mampus, beli pesawat ga segampang itu. Dikira, ambil
duit tinggal balik tangan!
H-10 menit!!! Tambah pengen pipis saking
paniknya! Saya kehabisan ide, saya telpon Dewi. Untung saya nyimpen nomornya.
Dan saya masih ingat, saya masih punya cukup pulsa buat roaming. Ok,
tersambung. Tutt… Hallo Dew, bisa tolong aku? Aku mau check in Peach, tapi
mbak-mbak petugas nya bilang tiket yg kamu belikan ini belum termasuk bagasi,
hangus katanya, gara-gara kita pindah jadwal. “Hem… sstt, bentar ya, aku masih
di kereta. Ntar ak telpon lagi.” Demi apa Dewi mematikan telepon. Dia lagi di
kereta, dan setahu saya emang di kereta Jepang dilarang telponan. Maigat. Ini
udh kehilangan akal. Udah mau menyerah. Pas H-5 menit, Bang Rifqi menelpon.
Mahasiswa S3 Tohoku yang banyak berjasa memberikan saya dan Yabes akomodasi
GRATIS. Saya angkat, Bang, tolong bantu ngomong ke mbak-mbak ini. Saya berikan
handphone saya, dan mereka bercakap-cakap dalam bahasa Jepang yang saya sama
sekali tidak paham. Tiba-tiba mbak-mbak ini mengeklik ini itu, menyebutkan
angka-angka dan KLIK! Koper saya dibendel SDJ-KIX. Yeey! H-3 menit saat sudah
sepi tidak ada antrian, koper kami semua masuk. Urusan beres.
kami berjalan masuk ke ruang tunggu dengan
senang dan mengusap keringat. Kamilah penumpang pesawat Peach saat itu yang
paling terakhir masuk ruang tunggu. Thanks to Bang Rifqi dan Dewi. Tanpa
mereka, gatau deh. Mungkin saya masih meninggalkan koper saya di Jepang. Hehe…
Saya juga agak merasa bersalah setelah
bertengkar agak alot dengan petugas check in tadi. Waktu open gate
masuk ke pesawat, mbak-mbak tadi ada di sana. Kami lewat, saya lihat ke mereka.
Mereka menunduk, haha. Mang enak berurusan sama orang Indonesia. Kalo udah
marah, hem, semua jurus keluar. Kasian juga mbak-mbak tadi, tidak seharusnya
kita marah, yah arena panik aja sih. Lagian susah amat diajak kompromi.
Pelajaran: Bagi kalian yang suka traveling, cepetan
punya kartu kredit. Selain mempermudah pembayaran sana sini, kartu ini praktis
dibawa kemana-mana dan ngga ribet.